Prof. DR. Syahrial Bakhtiar Mengadu ke Dewan Pers

Prof. Syahrial Bakhtiar (kanan).

Merasa nama baiknya dicemarkan beberapa media, Prof. Syahrial Bakhtiar mengadu ke Dewan Pers. Tujuannya tak lain, demi mendapatkan pemberitaan berimbang terhadap dirinya. Karena, tak pernah wartawan tersebut melakukan konfirmasi soal berita yang dimuat.

mjnews.id - “Saya tidak pernah dikonfirmasi oleh oknum wartawan tersebut. Seandainya mereka lakukan konfirmasi, saya tidak akan mengadu ke Dewan Pers. Ini sangat keterlaluan, ada unsur fitnahnya dalam berita yang dimuat pada media mingguan itu,” jelas Wakil Rektor IV UNP dengan wajah marah.

Syahrial Bakhtiar mengaku berita yang dimuat Mingguan Zaman dan Investigasi tidak benar dan merusak namanya. Untuk itu, jalan terbaik adalah mengadu ke Dewan Pers.

"Kalau masalah berita biarlah Dewan Pers yang menyelesaikannya. Soal hak jawab saya tidak paham,” ujarnya.

Ketika dikonfirmasikan kepada Pemimpin Redaksi Mingguan Investigasi soal pengaduan Prof. Syarial Bakhtiar ke Dewan Pers, menurut Novri Hendri selaku petinggi media tersebut, sebaiknya dilakukan hak jawab terlebih dahulu.

"Saya akan berikan halaman buat hak jawab,” ujarnya.

Tawaran mengenai hak jawab agaknya ditolak oleh Syahrial Bakhtiar. Menurutnya, biarlah pihak Dewan Pers yang menyelesaikannya. Sebab, selama ini tidak pernah satu kali pun oknum wartawan tersebut melakukan konfirmasi.

"Penyelesaian masalah ini saya serahkan sama Dewan Pers,” ucapnya.

Prof. Syahrial Bakhtiar heran dengan oknum media yang melakukan pemberitaan tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik. Sebagai media profesional, sudah seharusnya kode etik itu dijalankan dengan sungguh-sungguh.

Syahrial mencontohkan kurang dijalankannya kode etik oleh media tersebut yakni, adanya kalimat pemberitaan yang menyatakan bahwa ia masih terbelit masalah KONI Sumbar sewaktu menjabat Ketua Umum. Padahal di KONI Sumbar ia tak pernah ada masalah, karena adanya temuan Inspektorat Sumbar sudah diselesaikan dengan peraturan yang berlaku.

”Temuan tersebut sudah diselesaikan berdasarkan aturan berlaku. Penyelesaian dikuatkan berdasarkan Keputusan Gubernur Sumbar nomor 903 -933 - 2019 perihal pelunasan oleh pejabat maupun staf di lingkungan SKPD Provinsi Sumbar menindaklanjuti rekomendasi Inspektorat atas hasil pemeriksaan 2011 dan 2013 sampai tahun 2019,” kata Syahrial.

Lalu disampaikan Syahrial, ada lagi tulisan berita mempermasalahkan perihal pembangunan lapangan tenis Yayasan Sekora di Pasir Putih Tabing yang berasal dari bantuan Kementerian Pemuda dan Olahraga sebesar Rp 1 miliar.



Lapangan tenis Yayasan Sekora di Pasir Putih, Tabing.

Pembangunan lapangan tenis tersebut tidak ada masalah, menurut Syahrial. Malah uang yang diberikan Kemenpora untuk pembangunan infrastruktur lapangan dirasa tidak cukup, karena total keseluruhan menghabiskan Rp1,2 miliar.

”Kemenpora mau memberikan bantuan asalkan ada tanah. Nah tanah itu punya saya selaku Ketua Yayasan Sekora. Di samping itu juga saya harus nombok pembangunan lapangannya sebanyak Rp200 juta, karena kurang pula dana bantuan dari Kemenpora. Bagi saya tidak masalah, asal bisa dipakai oleh insan pencinta tenis Sumbar maupun Padang,” jelasnya.

Syahrial membantah bahwa lapangan tenis itu dikomersilkan. Bahkan sangat bermanfaat bagi insan tenis Sumatera Barat. Betapa tidak, sejak lapangan tersebut berdiri, hampir tidak pernah sepi serta silih berganti dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Dimulai dari pembinaan atlet tenis yunior, untuk menggelar turnamen berskala daerah hingga nasional dari berbagai tingkatan usia yang dilaksanakan oleh klub tenis maupun Dispora Sumbar, serta untuk penelitian mahasiswa FIK UNP.

Tak hanya itu, petenis Ranah Minang yang bakal berlaga di iven sekelas Kejuaraan nasional (Kejurnas) yunior maupun senior juga menggunakannya untuk latihan. Bahkan atlet tenis maupun soft tenis Sumbar juga tak luput menggunakan lapangan ini, melaksanakan TC Berjalan guna mempersiapkan diri di PON 2016 maupun PON 2020 mendatang.

”Saya heran kenapa ada berita seperti ini. Siapa saja boleh memakai Lapangan Tenis Sekora, karena memang lapangan ini dibangun atas niat tulus mengembangkan olahraga tenis di semua kalangan usia, bukan untuk dikomersilkan atau untuk mencari keuntungan. Masyarakat sekitar lapangan pun juga menggunakan lapangan ini untuk latihan serta bersilaturahmi. Bahkan petenis veteran seantero Padang pun juga ada yang bermain di sini. Juga tak terkecuali Prof. Ganefri, Prof. Syahril, Prof. Yuniawardi, Prof. Ardipal sering pula bermain di sini,” terang Syahrial.

Kolam Renang ABG di Lubuk Minturun, Padang yang dibangun oleh Syahrial Bakhtiar.

Untuk Kolam Renang ABG, ia juga membantah bahwa pembangunannya memakai dana Kemenpora.

”pembangunan Kolam ABG tidak sepeser pun memakai dana lain,” paparnya.

Untuk pemberitaan menyangkut pajak air tanah Kolam ABG, disebutkan Syahrial, Kolam Renang ABG tidak memakai air tanah.

Perihal retribusi karcis kolam renang dikatakan Syahrial juga dirinya sudah pernah melakukan koordinasi dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) pada saat pembangunan kolam selesai dilakukan. Namun pada saat itu belum ada dipungut retribusi kolam renang.

”Sampai saat ini pun saya juga tidak ada diintruksikan oleh Bapenda Kota Padang membayar retribusi karcis. Jika saya membangkang, tentu ada teguran atau semacamnya dari Bapenda. Alhamdulillah sampai saat ini tidak ada tegurannya,” papar Syahrial.

Kuat dugaan, disebutkan Syahrial, berita yang dimuat oleh oknum media mainstream itu untuk menjatuhkan kredibilitas dirinya dalam pemilihan Rektor UNP.

“Saya tidak tahu berita yang dibuat oleh oknum itu pesanan atau bukan. Yang jelas, jika media dimaksud kembali memberitakan saya, saya akan adukan ke dewan pers. Karena sangat merugikan dampaknya bagi saya dan keluarga,” tegasnya. (tim)

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama