![]() |
| Ketua Pansus III DPRD Padang, Mulyadi Muslim |
PADANG-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penguatan Lembaga Adat dan Pelestarian Adat Budaya Minangkabau di Kota Padang.
Ada persoalan mendasar yang harus didudukkan terlebih dahulu. Sebab, nantinya akan berujung pada penegakkan perda di masyarakat.
Menueut etimologi, dubalang adalah posisi adat penting dalam masyarakat Minangkabau yang bertugas menjaga keamanan, ketertiban, dan menegakkan aturan adat di tingkat kaum, suku, dan nagari (desa), sering disebut "polisi adat" atau "penjaga marwah" yang bekerja sama dengan pemerintah dan aparat keamanan, berperan dalam penyelesaian masalah sosial, bahkan kini dilibatkan dalam penanggulangan bencana dan isu lingkungan.
Mereka adalah orang pemberani (urang bagak) yang menjadi garda terdepan menjaga keamanan dan kehormatan wilayahnya, setara dengan hulubalang pada masa lalu.
Menurut adat Minangkabau, dubalang bertugas menegakkan aturan adat, mencegah konflik, dan menjaga ketenteraman bersama Pangulu (pemimpin adat).
Nantinya dubalang berperan sebagai jembatan antara masyarakat adat dan pemerintah dalam isu keamanan dan ketertiban.
Di lain pihak, sesuai dengan undang-undang, pemerintah daerah telah memiliki Polisi Pamong Praja.
Fungsi utama Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) adalah menegakkan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada), menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, serta melaksanakan perlindungan masyarakat, dengan kegiatan seperti penertiban PKL, penegakan aturan, pembinaan, dan koordinasi dengan aparat lain, serta menerima pengaduan masyarakat terkait masalah ketertiban umum.
Mereka bertindak sebagai penegak aturan administratif di tingkat daerah, bukan hukum pidana seperti polisi.
Agar kedua pihak tak terlibat konflik kepentingan dan kesalahpahaman dalam menjalankan tugas, maka perlu dibuat regulasi yang pas agar keduanya berjalan seiring sejalan. Ranperda itu dibahas Panitia Khusus III (Pansus III) DPRD yang diketuai Mulyadi Muslim.
Rapat telah diadakan Selasa (9/12/2025) di gedung dewan, Kawasan perkantoran Aie Pacah, Padang.
![]() |
| Rapat Pansus III DPRD Padang |
Ranperda ini disusun sebagai payung hukum untuk menjamin keberlangsungan adat dan budaya, meskipun sistem pemerintahan terendah di Padang adalah kelurahan, bukan nagari.
Mulyadi Muslim menjelaskan, pembahasan ini didorong oleh pengesahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat.
Undang-undang tersebut secara hukum memastikan filosofi adat "Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah" yang sebelumnya hanya slogan, kini telah menjadi amanah undang-undang yang harus ditindaklanjuti dengan Perda.
"Inilah alasan kita membuat Perda, untuk memastikan adat budaya Minangkabau kita ini bisa kita lestarikan sesuai dengan versi mereka (Ninik Mamak), karena merekalah pemilik nagari, merekalah pemilik adat," ujar Mulyadi Muslim.
Rapat ini secara khusus mengundang ninik mamak dan penghulu dari 10 nagari yang telah eksis di Padang jauh sebelum negara berdiri.
Salah satu fokus utama Ranperda ini adalah pelestarian budaya untuk generasi muda dan anak-anak sekolah.
Jika disahkan, Perda ini akan mengamanatkan secara otomatis bahwa pelajaran atau nilai-nilai budaya Minangkabau harus dijalankan oleh semua lembaga pendidikan formal maupun informal tingkat dasar dan menengah.
Ini akan menggantikan inisiatif yang sebelumnya hanya berdasarkan instruksi Walikota atau dinas pendidikan.
Mulyadi Muslim menyoroti aspek spesifik dalam Ranperda, terutama mengenai keberadaan dubalang (pengawal adat).
Ia menekankan perlunya mendudukkan fungsi dan tupoksi dubalang kota agar tidak tumpang tindih dengan tugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) atau mengambil peran dari dubalang nagari yang merupakan miliki Ninik Mamak dan Penghulu.
Pansus III menyarankan agar peran dubalang dikoreksi dan diperbaiki dalam Perda, disesuaikan dengan keinginan masyarakat dan lembaga adat, serta memastikan Tupoksi yang sudah ada selama ini tidak terjadi tumpang tindih.
Apresiasi diberikan terhadap inisiatif pembentukan dubalang kota, namun pelaksanaannya di tingkat kecamatan hingga kelurahan perlu dikoreksi agar lebih efektif dan adaptif.
Pelibatan langsung tokoh adat memastikan bahwa Perda yang dihasilkan akan memayungi dan menguatkan adat budaya Minangkabau sesuai dengan sistem yang dianut oleh pemiliknya.
Diharapkan, Ranperda tentang Penguatan Lembaga Adat dan Pelestarian Adat Budaya Minangkabau ini dapat segera disahkan.
Dengan demikian, Ranperda ini akan menjadi payung hukum yang kuat bagi Pemerintah Kota Padang ke depannya, menjamin bahwa adat yang "indak lekang dek paneh, ndak lapuak dek hujan" dapat terus dilestarikan, termasuk dalam sistem pemerintahan kelurahan. (*)

