Inovasi Gagasan Merdeka Belajar Mengenai USBN


Oleh : Gustina, M.Pd
SDN 54 Payakumbuh, Kota Payakumbuh,
Provinsi Sumatera Barat

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makariem telah merilis sebuah gagasan baru yang dinamakan “Merdeka Belajar”. Gagasan tersebut berisi empat pokok kebijakan pendidikan yang meliput: (1) Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), (2) Ujian Nasional (UN), (3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan (4) Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Pertama tentang Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) , mulai tahun 2020 USBN akan diganti dengan ujian (asesmen) yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Pada Permendikbud Nomor 43 Tahun 2019 pasal 5 ayat (1) dijelaskan bahwa ujian untuk menilai kompetensi siswa dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis dan/atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan lainlain).

Pada ayat (2) dijelaskan bentuk ujian diselenggarakan oleh satuan pendidikan dilaksanakan pada semester ganjil dan/atau semester genap pada akhir jenjang dengan mempertimbangkan capaian standar kompetensi lulusan.

Kebijakan ini diharapkan membuat guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar siswa. Untuk mendukung kebijakan ini, anggaran USBN dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pada pasal 6 tentang kelulusan peserta didik dinyatakan lulus dari satuan/program pendidikan setelah menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh nilai sikap/prilaku minimal baik, dan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Kelulusan peserta didik ditetapkan oleh satuan/program pendidikan yang bersangkutan.

Selanjutnya peserta didik yang dinyatakan lulus dari satuan/program pendidikan diberikan ijazah yang diberikan pada akhir semester genap. Pada Permendikbud Nomor 43 Tahun 2019 pasal 8 ayat (3) ketentuan mengenai ijazah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Satuan pendidikan wajib menyampaikan nilai ujian yang diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan dan nilai rapor kepada Kementrian melalui data pokok pendidikan untuk kepentingan dan pemerataan mutu pendidikan.

Berdasarkan Inovasi Merdeka Belajar yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, Kementrian Pendidikan dalam hal ini Direktorat Sekolah Dasar melakukan Bimbingan Tekhnis Penyusunan Soal Ujian Sekolah (US) kepada guru-guru yang diwakili oleh satu orang guru perkota/kabupaten. Diharapkan melalui kegiatan Bimtek tersebut pendidik (guru) memahami dan mampu mengembangkan substansi dan model ujian sekolah.

Selain itu soal yang dibuat dapat dijadikan sebagai instrument yang valid dan objektif dalam mengukur hasil belajar siswa.

Mengapa pemerintah mengganti USBN? Mungkin banyak yang mempertanyakan hal tersebut?

USBN dikembalikan pada esensinya, yaitu asesmen akhir jenjang yang dilakukan oleh guru dan sekolah. Kelulusan siswa pada akhir jenjang merupakan wewenang sekolah yang didasarkan pada penilaian oleh guru. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas dan juga prinsip pendidikan bahwa yang paling memahami siswa adalah guru.

Selain itu, asesmen akhir jenjang oleh sekolah memungkinkan penilaian yang lebih komprehensif, yang tidak hanya didasarkan pada tes tertulis pada akhir tahun. Hal ini juga mendorong sekolah untuk memperluas pelibatan guru dalam proses asesmen.

Bagaimana jika guru merasa kurang siap melakukan penilaian akhir jenjang?

Dilihat dari pelaksanaan USBN memposisikan sebagian guru sebagai penerima dan pengguna tes yang dikembangkan oleh pemerintah pusat dibawah koordinasi dinas pendidikan daerah. Semua siswa dan semua semua sekolah dalam satu daerah terikat untuk menggunakan bentuk ujian yang sama. Hal ini menghambat kemerdekaan guru untuk belajar melakukan asesmen. Dengan mengembalikan kewenangan guru , guru harus terus didorong untuk memulai dan secara terus menerus mengembangkan kapasitas profesionalnya terkait asesmen.

Disinilah peran yang diharapkan dari dinas pendidikan untuk pengembangan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan mutu pembelajaran.

Konsekuensi kebijakan baru ini pada guru adalah guru menjadi lebih merdeka dalam mengajar dan melakukan asesmen siswa. Guru dapat melakukan asesmen yang lebih sesuai untuk kebutuhan siswa dan situasi kelas/sekolahnya.

Sekolah perlu mendukung praktik asesmen yang baik, yakni asesmen yang berdampak positif pada proses hasil belajar siswa. Hal ini bisa dilakukan dengan memfasilitasi guru untuk berkolaborasi mengenai strategi asesmen yang tepat bagi siswa.

Manfaat bagi siswa yaitu berkurangnya tekanan psikologis asesmen. Siswa memiliki lebih banyak kesempatan dan cara untuk menunjukkan kompetensinya. (*)

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama