Isu Pungutan Marak, Sejumlah Sekolah di Solsel Lakukan Audit Internal Keuangan

Tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) SMKN 1 Solsel dan Komite sekolah sedang membuka kegiatan pemeriksaan penggunaan keuangan yang berasal dari wali murid, Rabu (5/3/2020). (ist)

PADANG ARO, MJ News - Menanggapi maraknya isu pungutan di sejumlah sekolah oleh pemerhati pendidikan melalui media sosial, membuat beberapa sekolah mengambil sikap dan melakukan audit internal keuangan.

Audit keuangan tahun  anggaran 2018-2019 ini dilakukan oleh SMKN 1 Solok Selatan bersama ketua anggota dan BPK Komite di ruang pertemuan, Rabu (5/3) dihadiri oleh kepala sekolah dan pengurus lainnya.

Kepala SMKN 1 Solok Selatan Efrisol dalam pembukaan kegiatan ini menyampaikan terimakasih atas kehadiran semua unsur komite, BPK dan bendahara.

Pihak sekolah mohon maaf atas keterlambatan pelaporan dan audit keuangan sekolah tahun ajaran 2018-2019 ini, dikarenakan ada kegiatan lain yang tidak bisa ditinggalkan dan hari ini baru bisa dilaksanakan.

Dengan maraknya isu pungutan-pungutan di sekolah melalui media sosial oleh pemerhati pendidikan yang membuat sejumlah sekolah kewalahan, hal ini perlu dijelaskan, khususnya di SMKN 1 Solok Selatan.

“Bagi kami isu yang berkembang itu membuat sekolah ini bisa lebih berbenah dan transparan dalam penggunaan dana dari orang tua murid melalui komite. Namun jika kami hanya mengandalkan dana BOS untuk semua kegiatan sekolah, termasuk membayar gaji guru honorer tidak mencukupi. Bayangkan saja, dengan adanya isu pungutan liar membuat jantung pendidikan bergetar di SMKN 1 Solok Selatan," katanya.

Sejumlah tenaga honorer sudah dua bulan tidak menerima gaji akibat isu ini. Namun pemerintah melalui Kemenkeu telah mengeluarkan kebijakan terkait penggunaan dana BOS sudah bisa gaji guru honorer dibayarkan. Tentu pembayaran ini ada aturannya.

“Nah di sinilah masyarakat dan pemerhati pendidikan belum mengerti dengan aturan pembayaran dengan dana BOS tersebut,” terang Efrisol.

Aturan pembayaran gaji guru honorer melalui dana BOS itu diantaranya, guru itu harus memiliki UNPTK dan mengajar 24 jam baru bisa dibayarkan melalui dana BOS. Sebaliknya yang terjadi sekarang banyak guru itu yang belum memiliki UNPTK bahkan jam mengajarnyapun tidak cukup 24 jam.

Selain itu kepala sekolah juga menegaskan pihaknya tidak ada menahan ijazah anak anak seperti yang dialami sekolah baru-baru ini.

Salah seorang orang tua siswa mendatangi sekolah untuk mengambil ijazah anaknya yang anaknya masih menunggak sebesar Rp1 juta lebih.

Ditanya oleh sekolah apakah ibu bisa melunasi tunggakan anaknya, namun walimurid mengaku tidak punya uang.

Takut akan jadi masalah juga, akhirnya pihak sekolah menyerahkan ijazah anaknya tanpa membayar tunggakan dan semua yang menunggak disurati untuk mengambil ijazahnya tanpa membayar.

“Ironisnya setelah ijazah anaknya diserahkan, minta terimakasih pun tidak,” keluh Kepsek.

Kami juga sering didatangi dan ditelepon oleh sejumlah pemerhati pendidikan, bahkan tim itu mengatakan, dari tim investigasi, dia akan melakukan investigasi dan mengaudit keuangan sekolah.

“Silahkan datang lakukan investigasi dan adit ke sekolah ini, kami siap diaudit,” ujar Efrisol.

Bendahara komite Yosmarni menjelaskan, tunggakan siswa selama tahun ajaran 2018-2019 berjumlah Rp59 juta lebih dan ini diserahkan kepada pengurus komite bagaimana langkah selanjutnya. (*/sgl)

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama