Kepemimpinan Kepala Daerah dan Birokrasi dalam Pandemi Covid-19


Oleh : Ilham Aldelano Azre

Pandemi Corona Virus Disease atau yang dikenal COVID-19 semakin ganas menjangkiti Indonesia dalam kurun waktu terakhir, seluruh provinsi di Indonesia sudah terjangkit wabah COVID-19 ini, dengan jumlah positif sebanyak 4839 kasus, jumlah pasien yang dinyatakan sembuh sebanyak 426, dan 459 pasien dinyatakan meninggal serta jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) sebanyak 139.137 orang dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) sebanyak 10.482 Orang (Data per tanggal 14 April). Jumlah angka di atas menunjukkan signifikansi kenaikan dari sejak pertama kali diumumkan oleh Presiden Jokowi mengenai pertama kali kasus positif di Indonesia. 

mjnews.id - Kasus pandemi COVID-19 mengungkap banyak tabir permasalahan dan kerentanan yang terjadi dalam berbagai aspek penyelenggaraan Pemerintah, mulai dari aspek kesiapan institusi pemerintah, kualitas dan infrastruktur pelayanan kesehatan, akses informasi yang didapatkan publik/masyarakat, serta aspek inovasi birokrasi dan kepemimpinan Kepala Daerah di Pemerintah Daerah.

Dalam tulisan ini, Penulis mencoba mengelaborasi aspek inovasi birokrasi dan kepemimpinan Kepala Daerah dalam penanganan pandemi global ini, faktor kepemimpinan dan birokrasi menjadi sesuatu yang sangat penting dalam membuat alternatif-alternatif kebijakan yang tepat untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Faktor kepemimpinan mempunyai peran yang sangat krusial dalam terbentuknya sebuah institusi, sebagai contoh dalam pembentukan Gugus Tugas COVID-19 baik di level Nasional atau Daerah yang harus disertai oleh regulasi-regulasi yang mendukung keberadaan dalam penyelesaian tugas. Peran Kepala Daerah akan dapat berfungsi dengan baik, diperlukan sebuah organisasi yaitu Birokrasi sebagai alat dalam menjalankan setiap kebijakan Kepala Daerah.

Berkaca kepada negara seperti Korea Selatan, Singapura dan Taiwan dimana menurut Eko Prasojo dalam Rahayu dan Juwono (2019) menjelaskan negara ini merupakan contoh negara yang tumbuh menjadi negara maju karena berhasil menempatkan birokrasi sebagai komponen pembangunan yang utama. Maka tidak mengherankan juga jika Korea Selatan, Singapura dan Taiwan bisa dinilai sukses dalam menangani penyebaran pandemic global ini.

Penulis melihat Kepemimpinan Kepala Daerah masih terjebak/terkungkung oleh birokrasi, dimana dalam patologi birokrasi dikenal sebagai jenis Red Tape, dimana menurut Bozeman (1993) didefinisikan sebagai berbagai aturan, regulasi dan prosedur yang dipaksakan dan memerlukan kepatuhan akan tetapi tidak memiliki kemanfaatan bagi objek fungsional umum. Kepala Daerah dalam hal ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena akan berkaitan dengan karakteristik sistem politik sebuah negara terutama berkaitan dengan masalah kewenangan.

Dalam konteks penanganan pandemi kita bisa melihat secara terang benderang dalam hal pembagian kewenangan itu menjadi faktor penghambat penting dalam menahan laju Covid-19, dimana pada awal penanganannya sangat sentralistis (Asrinaldi,2020) seperti uji labor yang terpusat, informasi yang juga terpusat dalam mengumumkan kasus positif, kemudian secara berangsur sudah mulai terdesentralisasikan walaupun untuk beberapa hal masih membutuhkan izin Pemerintah Pusat seperti penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PPSB).

Selain hal tersebut kepemimpinan Kepala Daerah tentu saja dibutuhkan hubungan yang baik dengan masyarakat, agar terbangun rasa percaya (trust). Yang muaranya adalah terbentuk akan partisipasi aktif masyarakat.

Saat ini, partisipasi masyarakat bisa dilihat sebagai sebuah modal untuk memudahkan terwujudnya implementasi kebijakan. Masyarakat dapat berperan sebagai decision-maker dalam lingkungan terkecilnya dan sebagai sumber legitimasi dari suatu kebijakan pemerintah.

Inovasi Kepala Daerah

Banyak inovasi dan terobosan kebijakan yang dilakukan oleh Kepala Daerah dalam penanganan Covid-19, seperti Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil membangun ruang kendali darurat yang terhubung langsung dengan ketua RW (Leonard, 2020), kemudian dalam postingan akun Instagramnya Pemprov Jawa Barat membeli alat test swab PCR (Polymerase Chain Reaction) sehingga mampu memeriksa ribuan sampel kasus dalam sehari.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang melakukan integrasi data dalam publikasi sebaran masyarakat yang terkena Covid-19 dalam penanganan pandemi ini sehingga memudahkan skenario pelaksanaan PSBB di wilayahnya.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang mendorong Rumah Sakit Umum Daerah di Jawa Tengah mampu memproduksi alat pelindung diri (APD) sendiri.

Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang memperkenalkan bilik disinfektan serta membangun fasilitas cuci tangan di tempat umum.

Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno melakukan fasilitasi Lab Unand untuk bisa memeriksa hasil sendiri di mana sebelumnya sangat terpusat serta mengeluarkan kebijakan mendorong Balai Latihan Kerja dan SMK di Sumbar untuk memproduksi masker.

Walikota Padang Panjang, Fadly Amran yang membuat kebijakan karantina dengan menyiapkan tempat karantina bagi perantau yang datang dari luar Provinsi sebagai langkah awal pengawasan penyebaran Covid-19. Tentu saja masih banyak inovasi-inovasi kebijakan yang dilakukan oleh Kepala daerah lainnya.

Pemimpin yang inovatif dan think outside the box akan membangkitkan rasa optimisme masyarakat terhadap kepemimpinannya Rasa kepercayaan yang terbangun antara pemerintah dan masyarakat akan memudahkan tahap sosialisasi dan implementasi kebijakan terutama di saat menghadapi suatu masalah yang genting seperti bencana COVID-19 in. Inovasi kepala daerah menurut Penulis adalah gambaran atau refleksi terhadap kualitas kepemimpinan Kepala Daerah yang dipilih secara langsung oleh masyarakat dan selain itu tentu saja menjadi penilaian oleh masyarakat sejauhmana kesuksesan pelaksanaan transformasi dan reformasi birokrasi di daerah.

Selain hal diaatas dalam penanganan Covid-19 ini, tentu saja dibutuhkan juga kepemimpinan yang kuat, memiliki kemampuan komunikasi yang mumpuni sehingga mampu menjamin ketenangan dalam masyarakat, mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan mendadak sehingga tidak berpikir administratif dan terlalu prosedural serta sigap dalam berkoordinasi dengan stakeholder terkait.

Pemerintah daerah harus bisa meyakinkan masyarakat dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan untuk penanggulangan pandemi ini, yang secara tidak langsung akan meningkatkan kepercayaan publik dalam penanggulangan Covid-19, tentu saja dengan terus mengembangkan kebijakan inovatif di daerah dengan pendekatan kolaborasi multisektoral seperti pengikutsertaan tokoh atau institusi masyarakat. Tentu saja, karakteristik, nilai sosio-kultural dan institusi kemasyarakatan antara satu komunitas berbeda dengan yang lainnya, sehingga membutuhkan pendekatan yang berbeda pula.

Mengingat kecepatan penyebaran COVID-19 yang luar biasa, sudah saatnya distribusi pekerjaan pusat-daerah tegas ditata. Kesiapan daerah dalam membangun imunitas daerah dalam pandemi ini memasuki fase genting dalam beberapa waktu ke depan, dan memang akan menjadi kunci menahan laju penyebaran.

Tetapi, hal tersebut tidak akan ada artinya bila kecepatan birokrasi tidak bisa mengikuti kecepatan penyebaran Covid-19 ini. (*)

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama