Ekspor Dilarang, Petani dan Sopir Truk Sawit di Dharmasraya Rugi Besar

 Truk antre untuk membongkar sawit



DHARMASRAYA-Kebijakan larangan ekspor sawit yang dikeluarkan pemerintah pusat berdampak pada petani sawit di Dharmasraya dan Dharmasraya. Tandan buah sawit bisa membusuk karena kendaraan harus antre berhari-hari untuk bisa bongkar muatan pada pabrik sawit di daerah itu. Petani dan sopir rugi besar akibat kebijakan pemerintah.


Pantauan di lapangan, Minggu (15/5/2022), ratusan truk harus masih antre lama. Antrean ratusan truk bermuatan tandan buah sawit (TBS) sudah berlansung sejak sejak berapa hari hari lalu, persisnya setelah Idul Fitri.

Petani keluhkan kondisi itu, di lain pihak, harga TBS saat ini terjun bebas. Perusahaan pengolahan buah sawit di Sijunjung dan Dharmasraya kewalahan menerima TBS yang diantar dengan truk. Tandan buah sawit (TBS) juga menumpuk di halaman pabrik tersebut. 

Salah seorang petani sawit, Yanto mengatakan, dengan pelarangan ekspor dan jatuhnya harga TBS  sekarang, bukan saja petani yang mengalami kerugian, buruh kebun sawit sebagian juga sudah mulai menganggur dengan tidak ada lagi biaya operasional.

"Masyarakat kesulitan menutupi biaya perawatan kebun dan upah muat TBS," kata Yanto.

Persoalan lain, dikatakan Yanto, masyarakat yang menggantung kehidupan dari perkebunan sawit juga tak sanggup lagi untuk memetik sawit dari batangnya.

"Apabila kami petik, buah sawit itu bisa membusuk. Kalau dipetik, butuh biaya serta harus pula terancam lama pula bongkar di pabrik," katanya.

Lain lagi dengan pengakuan sopir pengangkut buah sawit, Kahirul. Dia menyebutkan, untuk bisa bongkar sawit di pabrik, dia bersama sopir lainnya telah tiga hari antre. "Kami bertahan di sini lebih kurang tiga hari menunggu  TBS terjual dan dibongkar di pabrik sawit ini," katanya.

Ditambahkan, buah sawit yang membusuk dan tidak bisa lagi dijual. "Kalau membusuk, terpaksa kami kami buang dan dijadikan pupuk," katanya.

Petani sawit berharap kepada pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan tentang larangan ekspor itu, sehingga harga sawit bisa kembali naik dan masyarakat terbantu ekonominya. "Apa tidak kasihan dengan kami," kata sopir itu. (eko)


Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama