Mantap, Sumbar Punya Perda Tanah Ulayat, Gubernur Mahyeldi: Hak Masyarakat Adat Perlu Dilindungi

Gubernur Mahyeldi tanda tangani Perda Tanah Ulayat yang disahkan DPRD Sumbar. (pemprov)


PADANG-Pemerintah Provinsi Sumatera Barat bersama DPRD provinsi ukit sejarah. Sebab, pertama kali Sumatera Barat memiliki peraturan daerah tentang tanah ulayat. 

Selama ini, tanah ulayat menjadi domain tokoh adat, kini dijadikan aturan yang sah secara hukum. Dengan demikian, tanah ulayat yang dimiliki masyarakat Minangkabau semakin diakui secara hukum.

Pemerintah provinsi bersama DPRD Sumbar mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Tanah Ulayat menjadi peraturan daerah dalam rapat paripurna dewan, Senin (4/12/2023). Gubernur Mahyeldi Ansharullah memastikan Perda Tanah Ulayat bertujuan untuk menjaga kepemilikan masyarakat adat terhadap tanah.

“Sebagaimana kita ketahui, kepemilikan tanah ulayat di Sumbar masih eksis. Negara juga mengakui lewat hukum adat. Keberadaan tanah ulayat ini memegang peranan sentral dalam pemenuhan hajat hidup masyarakat adat di Sumbar,” ucap Mahyeldi usai penandatanganan persetujuan Perda bersama Wakil Ketua DPRD Irsyad Syafar.

Gubernur menyebutkan, tanah ulayat juga menjadi identitas yang mengandung aspek sosial, hukum, ekonomi, religius dan kebudayaan bagi masyarakat Sumbar. Pemprov bersama DPRD selaku penginisiasi atas Perda Tanah Ulayat, memang perlu hadirnya peraturan khusus yang dapat memberikan perlindungan terhadap keberadaan tanah ulayat.

"Pemprov mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi DPRDatas diinisiasinya perda ini. Perda Tanah Ulayat ini nanti akan memberikan kepastian hukum lewat pembedaan antara tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, dan tanah ulayat kaum, di mana pengelolaan dan pemanfaatannya dilaksanakan secara efektif, berdaya guna dan berkelanjutan," ucap gubernur.

Gubernur Mahyeldi menyinggung berbagai komentar terkait rumitnya pembebasan tanah ulayat di Sumbar. Menurut gubernur, fakta itu justru perlu dipahami sebagai bentuk ketahanan kepemilikan tanah oleh masyarakat adat. Oleh karena itu, yang diperlukan ialah pola pemanfaatan tanah agar jangan sampai merenggut kepemilikan masyarakat adat terhadap tanah ulayat.


Foto bersama usai pengesahan Perda Tanah Ulayat

“Oleh karena itu, kita mendorong bahwa pemanfaatan tanah ulayat untuk pembangunan bisa dilakukan dengan menjadikan tanah ulayat sebagai penyertaan modal dalam pembangunan. Ini juga bisa menghemat biaya investasi pihak ketiga, serta tetap menjaga hak kepemilikan masyarakat adat terhadap tanah ulayat,” ucapnya.

Wakil Ketua DPRD , Irsyad Syafar, mengatakan hukum adat merupakan hukum yang berlaku di atas tanah ulayat. Artinya, Perda Tanah Ulayat tersebut bukan untuk mengubah ataupun menggantikan kedudukan hukum adat dalam pengaturan pemilikan dan penguasaan atas tanah.

"Perda tentang Tanah Ulayat ini bukan menggantikan hukum adat, tapi mempertegas kedudukan hukum adat tentang hak ulayat dan tanah ulayat. Tanah ulayat ini adalah identitas masyarakat hukum adat di Sumbar. Jadi, keberadaan Perda ini akan dapat melindungi keberadaan tanah ulayat,” ucap Irsyad. 

Irsyad Syafar mengatakan, tanah ulayat merupakan identitas masyarakat hukum adat di Sumatera Barat. "Hapusnya tanah ulayat berarti hapus pula identitas adat," ungkap Irsyad Syafar.

Dikatakan, melindungi keberadaan tanah ulayat, merupakan perjuangan untuk mempertahankan identitas masyarakat hukum adat itu sendiri.

"Kenyataan menunjukkan, pembiaran tanah ulayat beralih status jadi tanah hak dan tanah negara telah mengancam keberadaan tanah ulayat," kata Irsyad Safar.

Dalam praktik administrasi pertanahan, lanjut Irsyad, peralihan tanah ulayat kerap diikuti dengan pendaftaran tanahnya jadi tanah hak atau tanah negara.

Menurut Irsyad, hukum agraria nasional berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan Undang-Undang Nomor 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dengan tegas memberikan pengakuan terhadap keberadaan hak ulayat dan tanah ulayat.

Gubernur berikan keterangan pers

Undang-undang bahkan menyatakan hukum adat sebagai dasar pengaturan tanah ulayat merupakan hukum positif tidak tertulis dalam hukum agraria.

Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 18/2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.

Irsyad menyebutkan, pengakuan tanah ulayat tersebut perlu diikuti dengan tindakan nyata pemerintah dan pemerintah daerah dalam bentuk pengadministrasian tanah ulayat.

"Oleh karena itu pengaturan tanah ulayat di daerah hendaknya dapat membantu dan mendorong upaya percepatan pengadministrasian pengakuan tanah ulayat, sehingga terintegrasi dengan sistem administrasi pertanahan," terangnya.

Peraturan daerah ini dengan tegas menyatakan bahwa hukum adat merupakan hukum yang berlaku atas tanah ulayat.

"Peraturan daerah ini bukanlah mengubah atau menggantikan kedudukan hukum adat dalam pengaturan pemilikan dan penguasaan tanah ulayat itu sendiri," Irsyad. (adv)



Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama