BUKITTINGGI-- Pihak Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 6 Kota Bukittinggi akui hingga saat ini tetap menjalankan program yang dibentuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bukittinggi terhadap tim pencegahan dan penanggulangan kekerasan di sekolah.
Kepala SMP Negeri 6 Kota Bukittinggi Yamila Tuti Sari Dewi mengatakan pihaknya serius melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan kekerasan di sekolah, sehingga dipastikan tidak ada bentuk kekerasan yang terjadi dikalangan peserta didik serupa perundungan atau bullying.
Dikatakan, pihaknya membuat media informasi dan sosialisasi agar tidak ada bentuk perundungan di sekolah melalui spanduk besar, kemudian melalui kegiatan kesiswaan serupa Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK R), Unit Kesehatan Sekolah terhadap Gerakan Sekolah Sehat materi pencegahan bully diberikan kepada pelajar .
“kita dari pihak sekolah di SMP Negeri 6 Kota Bukittinggi serius melaksanakan program yang dibuat oleh dinas dengan tim pencegahan dan penanggulangan kekerasan di sekolah. Itu sudah kita jalankan, mereka tidak main-main dengan tindak kekerasan di sekolah serupa bullying atau perundungan. Bahkan, kita buat spanduk besar agar tidak ada kekerasan di sekolah,”ujarnya
Kepala SMP Negeri 6 Kota Bukittinggi Yamila Tuti Sari Dewi menyebutkan aksi kekerasan serupa bully atau perundungan yang dilakukan oleh oknum peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor serupa dampak tontonan dan permainan yang dikonsumsi anak. Tayangan yang menunjukan perkelahian dapat memberikan pengaruh tidak baik bagi psikologi pelajar.
Disebutkan, belajar dari kasus perundungan yang terjadi di sejumlah satuan pendidikan, baik di dalam atau di luar sekolah itu terkadang berawal dari hal yang sepele, peserta didik saling sindir namun dapat berujung pada perkelahian dan kekerasan.
Ia minta para guru untuk seksama mengamati perilaku dan aktivitas peserta didiknya untuk mencegah aksi pembullyan dan kekerasan di sekolah.
“memang benar, tontonan dan game ikut menyumbang terjadinya kekerasan dan perundungan di kalangan peserta didik. Terkadang, berawal dari saling sindir dan terjadi perundungan sesama pelajar. Nah, guru harus jeli mencermati potensi itu,”katanya
Ia menambahkan di dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka, memang ada assessment awal yang dilakukan sekolah, sehingga pendidikan inklusi bukan semata diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus, melainkan assessment itu dilakukan agar dapat diperoleh informasi langsung dari anak tentang bagaimana kebutuhan mereka untuk aman dan nyaman belajar di sekolah, bukan semata didasari oleh potensi akademik. Assessment itu diikuti oleh seluruh peserta didik. (LK/IKP)