Ketua TP PKK Kota Bukittinggi Fiona Agyta Erman Safar |
BUKITTINGGI-- Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga ( TP PKK) Kota Bukittinggi mendukung upaya percepatan penurunan stunting di daerah ini.
Ketua Tim Penggerak PKK Kota Bukittinggi Fiona Agyta Erman Safar yang juga menjadi Wakil Ketua IV dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat Kota Bukittinggi mengatakan upaya Pemerintah Kota Bukittinggi dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sudah dilakukan secara maksimal terbukti adanya peningkatan anggaran untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dari Rp 50.000 di tahun 2022 sekarang menjadi Rp 500.000.
Namun, pihaknya mendasari trend prevalensi stunting yang awalnya menggunakan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menjadi Survei Kesehatan Indonesia (SKI), dari survei itu jelas memiliki jumlah indikator yang berbeda. Sementara, pelatihan untuk penurunan angka stunting di Kota Bukittinggi sudah dilakukan, tetapi hasilnya malah di luar harapan dan keinginan.
Fiona ingin percepatan penurunan stunting di Kota Bukittinggi ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama oleh lintas sektoral, agar prevalensi stunting mengalami penurunan signifikan sesuai persentase yang ditargetkan.
“pelatihan-pelatihan juga sudah kami berikan, kami agak bingung kenapa yang awalnya indikatornya menggunakan SSGI kemudian diganti dengan SKI dengan 13 indikator. ya sama-samalah stakeholder untuk bekerjasama untuk mencari tahu apa sebenarnya yang salah terhadap anak-anak kita di Kota Bukittinggi hingga menjadi balita stunting,”ujarnya
Diketahui, Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) merupakan hasil survei yang menggambarkan status gizi balita, dimana pengumpulan datanya melalui pengukuran antropometri dengan melakukan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, panjang badan, LILA pada remaja, WUS dan ibu hamil dengan alat antropometri terstandar serta wawancara. Survei ini dikumpulkan datanya oleh tenaga enumerator dari ahli gizi (D3 gizi/D4 gizi/sarjana gizi).
Sedangkan, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) adalah hasil survei yang menggambarkan semua indikator kesehatan secara komprehensif dengan 13 indikator, dimana salah satunya adalah status gizi.
Indikator utama yang diukur itu adalah penyakit menular, penyakit tidak menular, gangguan jiwa dan kesehatan jiwa, disabilitas/ketidakmampuan, farmasi dan pelayanan kesehatan tradisional, kesehatan gigi dan mulut, pengetahuan dan perilaku, kesehatan ibu, kesehatan bayi dan balita, status gizi, kesehatan lingkungan, akses fasilitas pelayanan kesehatan, dan sosial ekonomi. Sementara, tenaga pengumpul Survei Kesehatan Indonesia itu yakni perawat, bidan, tenaga gizi dan sarjana kesehatan masyarakat.
Dari data intervensi spesifik percepatan penurunan stunting tahun 2023 di Kota Bukittinggi untuk aspek persentase pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif bagi balita dibawah 6 bulan belum mencapai target yang ditentukan yakni 75 persen, sementara di tahun 2023 persentase ASI Eksklusif < 6 bulan adalah 66 persen.
Ketua TP PKK Kota Bukittinggi Fiona Agyta Erman Safar menyebutkan pihaknya akui animo masyarakat di daerah ini untuk mengikuti kegiatan posyandu meningkat dari tahun 2022. Namun, pihaknya menyoroti tentang pola asuh dari si ibu yang punya balita, apalagi di masa menyusui. Istri Wali Kota Bukittinggi ini memiliki pengalaman terhadap contoh perilaku atau pola asuh seorang ibu yang memiliki balita, dimana memang tidak eksklusif memberikan ASI bagi sang buah hatinya, dikarenakan kesibukan, pekerjaan dan kurangnya literatur tentang pengasuhan anak.
Para kader yang berkaitan dengan peningkatan derajat kesehatan masyarakat terutama balita harus mendapatkan pelatihan secara maksimal sehingga nantinya dapat memberikan penyuluhan pola asuh yang baik oleh orang tua.
“saya punya contoh pola asuh orang tua yang saya temui di Kota Bukittinggi, ada orang tua yang sibuk bekerja sehingga tidak maksimal memberikan ASI, ada anak yang dititipkan ditempat penitipan, ada juga orang tua yang sepele ketika memberikan ASI, disaat anak tidak mau menyusui, orang tuanya malah menganggap itu biasa saja,”katanya
Balita stunting ( pendek dan sangat pendek) adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun (0-59 bulan 29 hari) dengan kategori indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) dengan z-score kurang dari -2 standar deviasi.
Untuk mengetahui balita yang stunting dapat menggunakan rumus , balita yang diukur indeks panjang badan menurut umur (PB/U atau tinggi badan menurut umur (TB/U) dikali 100 persen.
Sementara itu, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat Kota Bukittinggi baru-baru ini melaksanakan Rapat Koordinasi dan Rembug Stunting . Wakil Walikota Bukittinggi Marfendi selaku Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat Kota Bukittinggi memberikan penekanan agar persoalan stunting di daerah ini disikapi serius oleh stakeholder terkait lintas OPD/instansi/ organisasi hingga menyasar kepada objek sasaran.
Dikatakan, persoalan stunting bukan hanya permasalahan bagi satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Bukittinggi, dikarenakan stunting telah menjadi isu nasional untuk mendapatkan penanganan nyata agar terwujud generasi emas 2045 mendatang di daerah ini.
Dalam Rapat Koordinasi dan Rembug Stunting oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Tingkat Kota Bukittinggi itu disikapi data yang harus disiapkan untuk dilakukan analisis situasi dari data demografi balita di semua kelurahan di Kota Bukittinggi (oleh Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi), data cakupan intervensi yang dirinci sampai tingkat kelurahan yang disikapi OPD penanggung jawab intervensi tersebut serupa cakupan kesehatan ibu dan anak (dinas kesehatan), cakupan rumah tangga yang menggunakan sumber air minum layak ( dinas PUPR), cakupan rumah tangga yang menggunakan sanitasi layak (dinas PUPR), cakupan KPM PKH yang mendapatkan FDS gizi dan kesehatan (dinas sosial), cakupan keluarga 1000 HPK sebagai penerima bantuan pangan bernutrisi (dinas sosial) dan daftar desa menerapkan kawasan rumah tangga pangan lestari (dinas pertanian). Selanjutnya data program /kegiatan intervensi gizi spesifik dan sensitif dari berbagai sumber pendanaan yang telah teralokasi pada tahun berjalan (OPD), dan data pendukung kesehatan, PAUD, PUPR.
Diketahui, pada rapat koordinasi dan rembug stunting itu ditunjuk narasumber yakni Kepala Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi Linda Faroza dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Robby Novaldi. Paparan narasumber diikuti oleh seluruh anggota Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kota Bukittinggi hingga terjadi diskusi dari pertanyaan yang diajukan peserta kegiatan. (LK/IKP)