Pasar Saham Indonesia Terus Tertekan


mjnews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa waktu terakhir disebabkan dampak penyebaran virus corona. Hal ini berimbas pada penurunan aktivitas ekonomi dan bisnis di Tanah Air.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan penurunan saham mencapai Rp 10,3 triliun, diikuti investor Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 132 triliun.

“Kondisi ini memberikan tekanan terhadap nilai tukar,” ujarnya saat paparan live KSSK di Jakarta, Rabu (1/4/2020).

Menurutnya kondisi dana asing yang keluar dari Indonesia membuat pasar saham kelimpungan. Maka itu, OJK memberikan kebijakan stimulus seperti pembelian kembali saham (buyback) tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

“Bank Indonesia juga terus berada di pasar keuangan guna menenangkan pelaku pasar dengan memberikan sejumlah stimulus kebijakan,” ucapnya.

OJK bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) juga menerapkan kebijakan auto reject asimetris, batasan harga saham naik yang ditolak sistem masih sesuai aturan lama 20 persen hingga 35 persen. Sedangkan batasan penurunan saham jadi hanya tujuh persen dan kebijakan trading halt atau penghentikan sementara perdagangan selama 30 persen jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) minus lima persen atau lebih.

“Kita juga terapkan AR asimetris, trading halt 30 menit dan kebijakan lain yang intinya bagaimana tidak terlalu memberikan tekanan yang besar terhadap penurunan sentimen negatif,” ucapnya.

Tak Mempengaruhi 

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) akan tetap melakukan aksi buyback atau pembelian kembali saham di tengan kondisi perekonomian yang melambat akibat terdampak Covid-19. Menurut BNI, aksi korporasi ini telah diperhitungkan dengan matang.

Sekretaris Perusahaan BNI Melly Meilana pun memastikan buyback tidak mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan. “Kami memiliki modal dan cash flow yang cukup untuk melaksanakan pembiayaan transaksi bersamaan dengan kegiatan usaha,” kata Melly.

Melly menjelaskan, BNI mengalami penurunan harga saham yang cukup signifikan seiring dengan penurunan IHSG. Perseroan pun memutuskan untuk melakukan pembelian kembali saham setelah memenuhi semua persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Langkah strategis ini dilakukan karena mempertimbangkan harga saham BBNI yang sudah undervalued jika dibanding dengan fundamental yang dimiliki perusahaan,” terang Melly.

Dalam keterbukaan informasi yang telah dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia, BNI mempunyai ruang untuk melakukan buyback maksimal sebesar 20 persen dari modal disetor.
Jumlah saham yang dibeli tersebut setara dengan Rp1,8 triliun. Adapun masa pembelian dilakukan selama tiga bulan terhitung sejak pertengahan Maret 2020. Melly memastikan pelaksanaan buyback dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan tetap mencermati perkembangan market dalam periode buyback.

Sebagai informasi, harga saham BNI secara year to date (ytd) sudah terpangkas cukup dalam. Pada awal tahun, harga saham BNI berada di kisaran 7. 000. Sementara per Selasa (31/3) harga saham bank pelat merah ini masih mengalami tekanan hingga ke posisi 3.800.

Pandemic Bond Diterbitkan Secara Hati-hati

Sementara itu, pemerintah akan menerbitkan surat utang dalam menghadapi tekanan ekonomi akibat pandemi virus corona (Covid-19) yang diberi nama Pandemic Bond. Instrumen ini dapat dibeli oleh Bank Indonesia (BI), BUMN, investor korporasi dan/atau investor ritel.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan melakukan penerbitan Pandemic Bond secara hati-hati. Khususnya dalam pemberian izin kepada bank sentral untuk membeli surat utang secara langsung.

“Ini akan kami atur luar biasa hati-hati antara kami (Kementerian Keuangan) dengan BI,” ujarnya dalam teleconference dengan media, Rabu (1/4/2020).

Pemberian kebijakan kepada BI sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/ atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Dalam Pasal 16 ayat 1, tertulis, BI diberikan kewenangan untuk membeli Surat Utang Negara dan/ atau Surat Berharga Syariah Negara berjangka panjang di pasar perdana. Termasuk instrumen yang diterbitkan dengan tujuan tertentu, khususnya dalam rangka pandemi Covid-19. Sebelumnya, BI tidak boleh membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar primer, melainkan hanya sekunder.

Sri menggambarkan pasal tersebut sebagai pintu masuk BI untuk melakukan intervensi. (*/eds)

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama