Tokoh Minang Bicara Sumbar Saat Ini dan Masa Depan


  • Tour  V dan Diskusi Forum Minang Maimbau

Sejumlah tokoh Minang berfoto bersama usai diskusi dengan latar belakang Danau Diatas, Kabupaten Solok.

Solok, MJ News - Melihat kondisi saat ini dan bagiamana masa depan Sumatera Barat (Sumbar) ditentukan oleh bagaimana pengelolaan aspek-aspek karakter, pendidikan, dan ekonomi, serta menekan terjadinya penyakit masyarakat (pekat).

Hal itu mengemuka dalam diskusi yang digelar tokoh-tokoh Sumatera Barat yang tergabung dalam Forum Minang Maimbau, Sabtu (22/2/2020) malam di Villa Kayu Putih, Alahan Panjang, Kabupaten Solok. Diskusi yang dimulai pukul 21.30 dan berakhir lewat tengah malam ini, merupakan rangkaian Tour ke V dan Diskusi FMM.

Diskusi yang dibuka admin Whats App Grup (WAG) Forum Minang Maimbau (FMM) Firdaus HB itu dibicarakan bagaimana kondisi Sumbar saat ini dan bagaimana pemimpin Sumbar yang diharapkan kedepan.

Firdaus HB menyatakan, diskusi itu diselenggarakan dalam mempererat silaturahmi keluarga besar FMM sekaligus menikmati keindahan alam Sumatera Barat.

“Melihat kondisi Sumatera Barat saat ini, perlu kita gelar diskusi ini untuk mencarikan solusi yang kongkrit yang nantinya akan kita rekomendasikan ke pemimpin Sumbar masa datang,” katanya.
Selain itu, dengan diskusi itu diharapkan akan dapat memberi masukan yang bernas untuk Sumbar dengan berkumpulnya tokoh-tokoh ranah dan rantau.

“Kita FMM siap untuk mengumpulkan tokoh-tokoh itu. Karena organisasi kita kan bukan parpol, anggotanya pun lintas profesi, jadi lebih gampang mengumpulkan tokoh-tokoh,” ujar Firdaus HB.

Dalam diskusi yang dipandu. Prof Fasli Jalal dan diawali penyampaian pokok pikiran oleh Pembina FMM Fahmi Idris itu, dilanjutkan curah pikiran dari sejumlah tokoh ranah dan rantau, antara lain Buya Masoed Abidin, Andrinov Chaniago, Benny Wendry, Chairul Umaiya, Darul Siska, Wako Padang Panjang Fadly Amran, admin FMM Firdaus HB, Prof Ganefri, Ginta Wiryasenjaya, Guspardi Gaus, Prof Helmi, Joni, Buya Mas’oed Abidin, Nofrins Napilus, Norman Zainal, Siti Fatimah, Rafik Perkasa Alam, Surya Triharto, Siti Fatimah, Zairin Kasim, Wako Solok Zul Elfian serta Taufik Effendi.

Mantan Menakertrans Fahmi Idris menyatakan orang Minang dimasa lalu adalah panutan dalam intelektualitas.

Dulu, ketika selesai menjadi Gubernur langsung diangkat menjadi menteri. “Namun kini, entah karena kemampuan kita tidak diakui lagi, atau bagaimana. Kedepan kita masih belum tahu, apakah ada lagi,” katanya.

Dia menyatakan, ke depan, para calon Gubernur hendaknya mampu menata masyarakat Minang yang sekarang dan Minang yang akan datang ke arah yang lebih baik.

“Bagaimana dia akan membawa Sumbar itu menjadi sesuatu di republik ini. Bagaimana perubahan-perubahan yang akan kita lakukan kedepan. Ini perlu kita tanamkan ke generasi muda untuk tokoh besar dimasa yang akan datang,” katanya.

Dia mengatakan, hasil diskusi ini akan diserahkan untuk gubernur terpilih, sebagai rekomendasi untuk perbaikan Sumbar ke depan. “Siapapun nanti, kita harap ini bisa jadi acuan pemimpin Sumbar ke depan,” ujar Fahmi Idris, yang juga menyinggung soal ciri-ciri orang Minang, dan berbagi cerita perihal kiprahnya di dunia politik.

Sementara Buya Masoed Abidin menyatakan dulu orang Minang adalah rujukan, ke depan itu harusnya dipertahankan.

Dia melihat, saat ini Sumbar dalam kondisi kritis. Hal itu terlihat dari adanya kasus pelacuran yang terungkap, lalu ada korupsi uang masjid dan BAZ yang nilainya mencapai miliaran.

“Ini tentu perlu menjadi pemikiran kita semua. Pertemuan ini hendaknya bisa dijadikan sebagai langkah awal memperbaiki apa yang telah diobrak abrik oleh orang sekarang untuk Sumbar lebih baik,” katanya.

Anggota DPR RI Guspardi Gaus menyatakan saat ini, Sumbar sudah tertinggal dalam berbagai hal. “Kita lihat bahkan perguruan tinggi kita makin melorot. Padahal itu yang kita harapkan bisa menjadi ladang pengkaderan tokoh-tokoh kita dimasa datang,” katanya.

Selain itu, dia juga mengajak para tokoh untuk bisa menjembatani ranah dengan rantau, sehingga potensi rantau ini bisa dimanfaatkan untuk kampung halaman.

Pun demikian dengan Darul Siska yang menyatakan persoalan kita saat ini komunikasi tidak bagus.

Kekayaan alam dengan sumber manusia tidak matching, sehingga menghambat pengembangan potensi yang kita miliki. “Harus ini tentunya harus dibenahi,”

Dia juga mengatakan, demokrasi kita saat ini berdasarkan angka-angka. “Siapa yang punya dukungan besar, dia yang dapat posisi. Jadi kita tentu juga harus sadar diri,” katanya.

Sementara Andrinof Chaniago menyatakan persoalan saat ini adalah bagaimana membentuk lagi karakter dan mengubah mindset.

“Kita bisa mulai dari yang kecil-kecil misalnya membentuk karakter anak agar lebih baik. Seperti yang kami lakukan di Komunitas Tanah Ombak, bagaimana mengubah anak-anak pantai dari yang dulunya suka bicara asal bahkan kotor kini menjadi lebih santun dan sopan. Ini tentunya perlu menjadi perhatian. Hambatan utama untuk maju di karakter, etos kerja dan bagaimana saling menghormati,” katanya.

Sementara Prof. Ganefri untuk pemimpin ke depan, harus mampu membawa Sumnar harus menjadi destinasi pendidikan. Itu bisa kita lakukan kalau kualitas pendidikan kita baik.

“Ke depan pemerintah harus bisa memberi perhatian lebih kepada dunia pendidikan, sehingga kualitas pendidikan kita kembali meningkat,” ujarnya.

Walikota Padang Panjang, Fadly Amran menyatakan pemimpin ke depa  itu harus mampu menyalurkan energi positif kepada bawahan dan masyarakatnya.

“Seorang pemimpin tentunya mampu menyalurkan energi positif sehingga memberi optimisme kepada masyarakat bahwa kita kita bisa. Selain itu juga tentu harus mampu memaksimalkan potensi yang ada untuk kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Pembina FMM Fahmi Idris bersama admin Firdaus HB, serta tokoh Sumbar Zairin Kasim dan Ahmad Yani.

FMM Bakal Gelar FGD Perkuat Adat Minangkabau

Usai melakukan diskusi malam sebelumnya, komunitas Whats App Grup (WAG) Forum Minang Maimbau (FMM), kembali melakukan diskusi lanjutan Minggu (23/2/2020) pagi.

Dalam diskusi ini, turut dihadiri anggota DPR RI Mulyadi yang digadang-gadang bakal maju sebagai calon Gubernur Sumbar di Pilkada 2020 mendatang.

Pada diskusi yang dipandu Admin Grup Firdaus HB, antara lain menyimpulkan akan segera dilakukan seminar atau Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) yang dinilai sejumlah pasal berpotensi memusnahkan Minangkabau.

Usulan itu antara lain diapungkan Chairul Umaiya, ”Ini penting menjadi agenda FMM. Dan harus segera dilakukan seminar atau minimal FGD,” katanya.

Prof. Fasli Jalal mendukung penuh dilakukannya pembahasan RUU MHA tersebut. “Kalau perlu dilakukan secara berjenjang, dan dilanjutkan di tingkat nasional dengan melibatkan etnis lainnya di nusantara,” ujar Rektor Universitas Yarsi ini.

Tak hanya itu, Fasli Jalal pun mendorong pemberdayaan pemangku adat. “Caranya, dikolaborasikan akademisi dengan pemangku adat untuk menyiapkan kurikulum buat pemberdayaan pemangku adat dan masyarakat,” ujarnya sambil menyebut model pelatihan in (dalam kelas) dan on (dalam praktik di suku dan nagarinya).

Sejalan dengan itu, anggota DPR RI Mulyadi, mendorong adanya pilot projek nagari percontohan untuk menerapkan kurikulum tersebut. “Nanti bila implementasi itu berhasil, baru bisa didorong untuk dicontoh nagari lain,” ungkap Mulyadi.

Mulyadi juga menegaskan persoalan sosial budaya, termasuk adat juga penting. “Ada banyak persoalan ekonomi, tetapi persoalan sosial juga penting untuk diurus,” kata Mulyadi.

Dia melihat saat ini, berbagai persoalan sosial tengah menjangkiti kalangan generasi muda di Sumbar, sebut saja narkoba, LGBT, begal, tawuran dan lainnya.

“Ini tentunya perlu menjadi perhatian kita bersama untuk kedepan dicarikan solusinya,” katanya.

Sedangkan Fahmi Idris melihat perlu adanya rumusan, bagaimana membawa Minangkabau pada alam modern dan internasional. Dia pun menegaskan, sebaiknya gelar Datuk itu diserahkan pada orang yang di kampung, jangan yang dirantau.

“Karena berbagai persoalan itu adanya di kampung, bukan di rantau. Anak kemenakan yang perlu dibimbing itu berdiamnya di ranah. Jadi ketika ada masalah dengan anak kemenakan, datuk atau ninik mamaknya bisa langsung menyelesaikan. Tidak harus pula menunggu datuk yang ada di Jakarta,” katanya.

Sedangkan Jasrizal, Angku Dt Prapatieh Nan Sabatang yang ikut hadir pada acara itu meluruskan tentang pengertian adat salingka nagari bukanlah nagari teritorial seperti saat ini. “Tetapi adalah nagari awal, ketika itu baru ada satu nagari,” ujarnya. (*)

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama