Geger Dugaan Penyimpangan Dana Corona di Sumbar

 Kantor BPK Perwakilan Sumbar


PADANG-Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Barat menemukan dugaan penyelewengan dana penanganan Covid-19. Nilainya tak tanggung-tanggung, miliaran rupiah. Publik tercengang dengan temuan itu.

Dugaan penyelewengan dana penanganan Covid-19 itu pertama kali diketahui setelah Wakil Ketua Panitia Khusus DPRD Sumbar, Nofrizon menyampaikan pada pubik. Menurut dia, berdasar Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia, ada selisih dari harga hand sanitizer. 

"Harga sebenarnya Rp9.000 per botol, namun dibeli Rp35.000. Kemudian perusahaan atau rekanannya tidak bergerak di bidang pengadaan alat kesehatan," jelas Nofrizon, Selasa (23/2/2021).

Dugaan penyelewengan itu akhirnya jadi pebincangan di mana-mana. Sumatera Barat kemudian geger. Ada yang menyebut keterlaluan jika memang ada pihak yang meraih keuntungan dalam situasi serba sulit begini dan tekanan ekonomi yang berat sebagai akibat pandemi. Sejumlah aksi demonstrasi turut menyertai polemik dugaan penyelewengan dana tersebut.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumbar, pada Mei 2021, turut menjelaskan persoalan itu. Pejabat Humas BPK Perwakilan Sumbar, Rita Rianti mengatakan BPK menemukan dugaan penyimpangan anggaran penanganan Covid-19 mencapai Rp12,47 miliar.

"Pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 di BPBD Provinsi Sumatera Barat Rp12,47 miliar tidak sesuai ketentuan," kata Rita.

Menurut Rita, temuan Rp12,47 miliar itu termasuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) kepatuhan atas penanganan pandemi Covid-19 pada 2020 yang disampaikan lewat LHP. "BPK menemukan dugaan mark-up pengadaan pencuci tangan atau hand sanitizer berjumlah Rp4,84 miliar. Dalam LHP LKPD 2020 ada lagi temuan pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 Rp7,63 miliar. Jadi totalnya Rp12,47 miliar," kata Rita.

Ditambahkan Rita, BPBD Sumatera Barat tidak merancang dan melaksanakan suatu pengendalian yang memadai dalam memastikan pengadaan barang untuk penanganan Covid-19. 

Temuan BPK Perwakilan Sumbar itu sempat jadi bola panas. Isu menggelinding kian kemari. Bahkan, sejumlah anggota DPRD Sumbar mengadu ke KPK di Jakarta. Mereka yang melaporkan persoalan tersebut ke lembaga antirasuah itu, Hidayat, Evi Yandri Rajo Budiman (Fraksi Gerindra), HM Nurnas dan Nofrizon dari Fraksi Demokrat, serta Albert Hendra Lukman dan Syamsul Bahri dari Fraksi PDI Perjuangan-PKB.

Anggota dewan itu melaporkan dugaan penyelewengan dana penanganan Covid-19 ke KPK  Senin (23/5/2021). Enam anggota dewan itu membubuhkan tandatangan masing-masing di atas materai Rp10.000 saat melapor ke KPK.

Hidayat mengatakan, dokumen laporannya diterima empat pegawai KPK di ruangan pelaporan dan pengaduan masyarakat Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat, Kedeputian Informasi dan Data KPK

“Enam anggota DPRD Sumbar yang berasal dari tiga partai melaporkan kepala BPBD Sumbar dan pihak-pihak terkait dengan pengadaan barang untuk penanganan Covid-19,” katanya.

Ia mengungkapkan, dugaan mark up pengadaan hand sanitizer 100 ml dan 500 ml yang mengakibatkan indikasi kerugian keuangan daerah Rp4,847 miliar. “Kemudian transaksi pembayaran Rp49 miliar lebih tidak sesuai ketentuan karena dilakukan secara tunai sehingga berpotensi terjadinya penyalahgunaan. Juga terdapat pembayaran kepada pihak orang-orang tidak dapat diidentifikasi sebagai penyedia barang,” sebutnya.

Menanggapi laporan tersebut, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebutkan, lembaga antirasuah telah menerima laporan dimaksud. “Sebagai tindak lanjut, KPK akan menganalisis terlebih dahulu kemungkinan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut. KPK juga akan menganalisis, apakah perkara tersebut berada dalam wewenang KPK,” katanya di Padang, Kamis (18/3/2021).

Pemerintah provinsi pun angkat bicara tentang pelaporan tersebut. Gubernur Mahyeldi mengatakan, pihaknya menyerahkan pada proses hukum. “Kita kan ada hukum, perlu kita dukung, tidak perlu dihalang-halangi, hukum sedang berjalan, kalau ada yang melapor silahkan saja, itu hak mereka,” katanya di Padang, Senin (31/5/2021).

Dia mengaku mendukung pendekatan hukum yang dilakukan. Selain itu, terkait sanksi bagi pihak yang terlibat di lingkungan pemerintah provinsi, menurutnya sudah dilakukan. “Sudah ada kajian dari Inspektorat," katanya.

Selain dilaporkan ke KPK, Polda Sumbar juga bergerak. Pihak kepolisian melakukan penyelidikan dalam kasus dugaan penyelewengan dana Covid-19 tersebut. Sejumlah pihak yang dianggap berkaitan dengan pengadaan hand sanitizer diperiksa. 

Bahkan, Kepala Pelaksana BPBD Sumbar, Erman Rahman dan bendaharanya juga diperiksa. Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto. “Sudah kami periksa, sementara diperiksa sebagai saksi,” kata Satake Bayu.

Terkait tudingan dugaan penyelewengan dana Covid-19, BPBD Sumbar akhirnya angkat bicara. Kepala Pelaksana BPBD, Erman Rahman menjelaskan, yang disampaikan BPK  bukanlah temuan, tetapi dipertanyakan. Dia mengaku sudah memberikan klarifikasi dan dipertanggungjawabkan lewat bukti kuitansi dan berita acara. Kalau memang masalah pasti pihaknya diminta mengganti.

“Itu bukan temuan, tapi dipertanyakan. Jadi itu pembelian-pembelian dalam rangka percepatan penanganan Covid-19," katanya, Selasa (23/2/2021).

Terkait tudingan pemahalan harga, Erman menilai hal itu wajar saja dalam kondisi Covid-19.  Soal tuduhan penyedia hand sanitizer merupakan perusahaan batik, menurutnya hal itu sah-sah saja, sejauh rekanan mampu menyediakan. Kebijakan itu dilakukan karena kondisi luar biasa. Dalam kondisi itu, kebutuhan masyarakat merupakan prioritas. 

“Jika menggunakan cara normal, tentu kita tak bisa. Butuh waktu lama karena proses yang demikian panjang, sementara kebutuhan mendesak. Dalam penanganan corona, ada pengadaan khusus, boleh membeli secara langsung,” katanya.

Ditambahkan, harga mahal juga merupakan hal biasa, seusai hukum permintaan dan penasaran. Harga barang akan naik manakala permintaan banyak.  Menurut Erman, pihaknya mengaku berhati-hati dalam bekerja. Dia menyebutkan, di awal pandemi, transportasi lumpuh, sementara pengadaan barang harus dilakukan.  "Dulu harga sampai Rp300 ribu per kotak," katanya.

Setelah sekian lama jadi bahan perbincangan dan menghangatkan politik lokal di Sumbar, persoalan itu akhirnya berakhir juga dengan sendirinya. Persoalan reda setelah penyidik Polda Sumbar menghentikan penyelidikan. Polisi menghentikan persoalan itu setelah dilakukan gelar perkara. 

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumbar menghentikan penyelidikan dugaan penyelewengan dana Covid-19 tersebut,  Senin (21/6/2021). Menurut polisi, penghentian dilakukan karena tidak ditemukannya unsur tindak pidana dan kerugian negara.

Kabid Humas Polda, Kombes Satake Bayu menyebutkan, penyidik melaksanakan gelar perkara di Mapolda dan hasilnya direkomendasikan penyelidikan kasus itu dihentikan. “Polda menghentikan penyelidikan berdasarkan paparan hasil penyelidikan, keterangan saksi, dokumen-dokumen dan keterangan ahli pidana dari Universitas Trisakti," kata Stefanus Satake Bayu Setianto. 

Ditambahkan Satake Bayu, hal itu dikaitkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016, Surat Telegram Kabareskrim Polri Nomor ST/247/VIII/2016/Bareskrim tertanggal 24 Agustus 2016, angka 6, bahwa delik pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang  Nomor 20/ 2001 perubahan atas Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berubah dari delik formil menjadi delik materil.

Kemudian disandingkan dengan LHP BPK Nomor 53/LHP/XV.VIII.PDG/ 12/2020 tertanggal 29 Desember 2020 dengan rekomendasi wajib ditindak lanjuti paling lambat 60 hari setelah lapor hasil pemeriksaan (31 Desember 2020 sampai 28 Februari 2021).

“Tanda bukti pengembalian keuangan negara daerah terakhir 24 Februari 2021, waktu dimulainya penyelidikan 26 Februari 2021 dan tanggapan para peserta gelar bahwa perkara ini bukan merupakan tindak pidana karena unsur-unsur kerugian keuangan negara tidak terpenuhi,” jelas Satake Bayu.

Hasil audit BPK menemukan indikasi penggelembungan harga pengadaan hand sanitizer senilai Rp4,9 miliar yang harus dikembalikan ke kas negara hingga akhir Februari 2021. 

Erman Rahman mengakui berdasarkan temuan LHP BPK terdapat sekitar Rp49 miliar dicurigai penggunaannya. Erman menyebut, dana tersebut sudah dikembalikan Rp4,3 miliar oleh penyedia jasa. Selain itu, pihaknya juga sudah membarikan klarifikasi dan dipertanggungjawabkan lewat bukti kuitansi dan berita acara.

Kalaulah tak Ada BPK

Kalaulah tak ada temuan BPK, tentu dapat dibayangkan apa yang akan terjadi dengan uang negara. Badan Pemeriksa Keuangan menempatkan diri di posisi yang benar dalam menjaga uang negara. Dalam masa pandemi, BPK terbukti tangguh dan tepercaya..  

Dikutip dari laman bpk.go.id, BPK memiliki peran penting dalam memberantas tidak pidana korupsi. BPK memiliki kewenangan untuk menghitung, menilai, dan/atau menetapkan kerugian negara dalam penggunaan anggaran oleh suatu entitas.​

Menurut Undang-Undang Nomor 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, temuan yang mengindikasikan pidana dilaporkan kepada aparat penegak hukum.

BPK, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undan-Undang Nomor 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Peran BPK sebagai lembaga negara yang diberi mandat oleh konstitusi untuk memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara dalam upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi menjadi begitu penting dan strategis.

Sejak November 2016, BPK telah membentuk satuan kerja Auditorat Utama Investigasi (AUI). Dibentuknya AUI bertujuan untuk semakin mengoptimalkan pelaksanaan pemeriksaan investigatif, perhitungan kerugian negara dan pemberian keterangan ahli, termasuk juga permintaan pemeriksaan dan perhitungan yang disampaikan oleh instansi penegak hukum.

Dalam melaksanakan tugasnya, AUI tidak dapat dipisahkan dari keterkaitannya dengan instansi penegak hukum. AUI dapat berkoordinasi dengan Kejaksaan, Kepolisian dan KPK, terkait dengan pemeriksaan atas kasus tindak pidana korupsi. 

Hasil pemeriksaan investigatif, perhitungan kerugian negara dan pemberian keterangan ahli yang dilakukan oleh AUI, dapat dimanfaatkan oleh instansi penegak hukum dalam pemrosesan hukum terhadap tindak pidana korupsi. 

Dengan demikian, keberadaan BPK sebagai auditor eksternal pemerintah yang melaksanakan fungsi pemeriksaan terhadap pengelolaan dan penggunaan keuangan negara, dapat dimanfaatkan oleh para penyelenggara negara untuk melakukan upaya pencegahan terhadap tindak pidana korupsi.


Kerjasama dengan KPK

Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lakukan pembaruan kerjasama dalam tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi kerugian negara dan unsur pidana, penghitungan kerugian negara dan upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Penandatanganan pembaruan kerjasama tersebut dilakukan oleh Ketua BPK, Agung Firman Sampurna dan Ketua KPK, Firli Bahuri di BPK, Jakarta, Selasa (7/1/2021).

"Memorandum of  understanding diperbarui dari nota kesepahaman (sebelumnya). Dengan demikian BPK dan KPK mengawal babak baru di antara kedua lembaga dengan upaya mendukung KPK dalam melakukan pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi," papar Agung.

Kemudian disebutkan, BPK melakukan pemaparan dan pembahasan atas hasil pemeriksaan yang berindikasi kerugian negara dan unsur pidana dengan KPK. Jika berdasarkan hasil pemaparan terbukti terdapat kerugian negara, maka BPK akan menyerahkan hasil tersebut kepada KPK.

Firli menambahkan, lingkup kerjasama juga termasuk perbantuan SDM dari BPK untuk KPK. KPK dapat meminta BPK untuk menunjuk ahli untuk memaparkan keterangannya terkait hasil pemeriksaan BPK sehingga dapat menjadi penguat hasil tersebut.

"Baik tenaga yang diperbantukan untuk KPK maupun yang melakukan perbantuan untuk menghitung kerugian negara atas perkara yang ditangani," tutur Firli yang dikutip dari republika.co.id

Temuan BPK merupakan upaya penyelamatan uang negara. Kasus akan bergulir ke penegak hukum manakala sebuah persoalan telah mememuhi unsur kerugian negara. Percayakan saja pengawasan keuangan negara pada BPK. BPK tangguh dan terpercaya, sehingga pihak tertentu tak bisa main-main dalam pengelolaan keuangan negara.

Temuan BPK atas dugaan penyimpangan dana penanganan Covid-19 di Sumbar, membuktikan BPK tak tidur walau di masa pandemi sekalipun. Di masa yang sulit, BPK tetap menjalankan amanah sebagai penjaga uang rakyat, uang negara yang tak boleh berpindah tangan ke segelintir pemilik kuasa begitu saja. BPK memang tepercaya. 

Kerja sama dengan BPK, merupakan alarm bagi pihak-pihak tertentu untuk tidak main-main dengan temuan BPK. (edwardi) 


Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama