Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik


  • Pemerintah 'Putar Otak' Tambal Defisit Perusahaan


JAKARTA, MJ News - Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mengaku akan mencari cara untuk menambal defisit BPJS Kesehatan usai Mahkamah Agung batalkan aturan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

"Kita cari cara, sejak tahun lalu bagaimana caranya tambal. Caranya menambal itu yang kita bayangkan tahun lalu adalah pemerintah berikan uang, uang lebih besar kepada BPJS Kesehatan," kata di Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta, Senin (9/3/2020).

Suhasil menyebut, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebenarnya menjadi salah satu untuk mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan. Menurut dia, ini menjadi cara pemerintah untuk menyuntikan dana tambahan kepada BPJS Kesehatan.

Tanpa keputusan soal kenaikan iuran ini pemerintah tidak bisa memprediksi seberapa besar dana yang harus diberikan ke BPJS Kesehatan. Pemerintah juga membayarkan kenaikan iuran bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI).

"Nah ini yang sudah dilakukan dengan cara menaikkan itu, maka tahun lalu pemerintah bisa bayari defisit tersebut. Tahun ini juga pemerintah bayari PBI dengan tarif yang baru," jelas dia.

Sementara jika kenaikan BPJS Kesehatan dibatalkan, maka akan ada implikasi yang harus diselesaikan oleh masyarakat. Sedangkan soal apakah pemerintah akan menarik kembali uang yang telah disetorkan ke BPJS Kesehatan, Kemenkeu akan melihat isi putusan dari MA.

"Itu nanti konsekuensinya seperti apa setelah kita dalami keputusan tersebut, amar keputusan dan konsekuensinya. Tentu kita ini kan harus bicara dengan kementerian lain," pungkasnya.


Komentar Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani belum mau berkomentar banyak. Sri Mulyani hanya menjelaskan akan menghitung kembali dampak keputusan MA tersebut terhadap BPJS Kesehatan.

"Ya ini kan keputusan yang memang harus lihat lagi implikasinya kepada BPJS Kesehatan gitu ya. Kalau dia secara keuangan akan terpengaruh ya nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain," kata Sri Mulyani di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (9/3/2020).

Sri Mulyani ke depannya akan melihat dari sisi pemberian jasa kesehatan kepada masyarakat luas. Tetapi dia tidak menepis bahwa secara keuangan BPJS Kesehatan merugi. Walaupun pemerintah sudah menyuntikkan dana Rp15 triliun, keuangan BPSJ Kesehatan tetap negatif.

"Kondisi keuangan BPJS sampai Desember, meskipun saya sudah tambahkan Rp15 triliun dia masih negatif, hampir sekitar Rp13 triliun. Jadi kalau sekarang dengan hal ini, adalah suatu realita yang harus kita lihat. Kita nanti kita review lah," ungkap Sri Mulyani.


Wamenkeu: Saya Pelajari Dulu

Sementara Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan akan mempelajari lebih lanjut keputusan MA terkait pembatalan kenaikan iuran BPJS tersebut.

"Kita tadi menerima ada keputusan MA, kita sedang dalami keputusannya itu seperti apa bunyi dan implikasinya," ujar Suahasil usai acara Infrastruktur Outlook 2020 pada Senin (9/3/2020).

Suahasil menambahkan, BPJS Kesehatan tahun lalu mengalami defisit yang cukup dalam, yang kemudian ditambal oleh pemerintah. Namun, cara tersebut dinilai tidak menyelesaikan masalah, sehingga pemerintah mencoba banyak alternatif untuk menyelesaikan defisit tersebut.

"Jadi kita cari cara sejak tahun lalu. Cara tambal itu yang kita bayangkan dengan beri uang lebih besar ke BPJS Kesehatan,"

"Jadi sebenarnya kenaikan itu untuk bisa tambal defisit BPJS. Dengan adanya putusan tadi, kita pelajari dulu seperti apa implikasinya. Konsekusensinya seperti apa nanti kita lihat," imbuhnya.

Gubernur Ganjar: Masyarakat Senang Sekali

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menyambut baik keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran BPJS kesehatan. Menurutnya, keputusan tersebut membuat masyarakat akan senang.

"Pasti masyarakat senang sekali dengan keputusan ini. Menurut saya tinggal manajemen BPJS-nya melakukan review," kata dia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (9/3/2020).

Meksi kenaikan ini dibatalkan, Ganjar tetap ingin agar pengelolaan di dalam tubuh BPJS Kesehatan ke depan dapat lebih baik. Jika ada yang perlu disiapkan atau dioperasionalkan, dan apa-apa yang tidak menjamin secara keseluruhan perlu dikoordinasikan.

"Terjadi umpama, dia sebenarnya cukup mendapat perawatan berobat jalan, yang nggak harus menginap ya nggak usah rawat inap. Agar BPJS tetap bisa survive tapi ya pengelolaannya tidak cukup hanya begini-begini saja," kata dia.

Bagaimana Nasib Peserta Sudah Bayar Lebih?

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengingatkan BPJS Kesehatan untuk segera melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai pembatalan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Sebab, putusan tersebut sudah bersifat final dan mengikat.

"Pertama memang, putusan MA ini memang bersifat final atau mengikat. Tidak boleh ditentang lagi. Pemerintah harus menjalankan putusan ini yaitu menerbitkan Perpres baru merevisi aturan lama," ujar Timboel di Jakarta, Senin (9/3/2020).

Timboel mengatakan, BPJS Kesehatan harus mengembalikan iuran seperti semula yaitu kelas I sebesar Rp80.000, kelas II sebesar Rp51.000 dan kelas 3 sebesar Rp25.500. Pada Januari lalu, iuran tersebut sudah mulai dinaikkan menjadi kelas I sebesar Rp160.00, kelas II Rp 110.000 dan kelas III sebesar Rp42.000.

"Iya (harus segera dilakukan) kan berdasarkan putusan 1 Januari 2020 artinya yang sudah membayar Rp160.000 dia harus membayar untuk bulan depannya, tidak lagi ditagih untuk bulan depannya," jelas Timboel.

Dia melanjutkan, untuk menanggulangi potensi defisit yang mungkin terjadi ke depan, BPJS Kesehatan harus mengoptimalkan tingkat kolektivitas. Sebab, selama ini yang menjadi permasalahan besar adalah tingkat pungutan yang rendah bukan soal iuran.

"Karena kalau saya hitung dari 30,2 juta peserta, PB Mandiri ini 4,1 juta kelas satu, 6,2 juta kelas dua dan 19 jutaan kelas tiga. Ini kan sebenarnya kalau semuanya membayar itu kan potensi pembayarannya bisa Rp13,9 triliun. Nah artinya ini yang didorong. Selama ini kan yang non aktif itu bisa sampai 45 persen. Sementara yang turun kelas itu banyak," tandasnya. Demikian merdeka.com.  (*)

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama